Akrasia Effect: Suka Menunda, Padahal Sudah Punya Planning

prokrastinasi dan akrasia effect
Sudah punya planning tapi masih suka menunda eksekusi pekerjaan? Jangan-jangan terjangkit akrasia nih. Cek yuk, cara mengatasinya.

Awal bulan. Planning bulanan, check!

Planning mingguan, done!

Prioritas pekerjaan, rapi!

Tapi… kenapa di akhir minggu hanya satu dua pekerjaan selesai? Padahal seminggu ini nggak sibuk apa-apa, lho? Padahal hanya menunda satu dua pekerjaan saja, karena merasa kemalaman buat lanjut kerja. Tapi kok jadi berantakan semua, ya?

Teman-teman sering mengalami kondisi di atas; punya planning, to-do list rapi, tapi masih saja tidak ada pekerjaan yang kelar sesuai rencana?

Pengalaman di atas biasa disebut dengan akrasia effect; kondisi yang terjadi ketika kita membuat sebuah rencana tapi tidak mengambil tindakan (action) sesuai rencana tersebut. Dalam pikiran kita, semua hal terkait rencana telah ada, hanya saja, kita sulit untuk mengambil langkah pertama atas rencana tersebut.

Dengan kata lain, akrasia merupakan kombinasi dari kebiasaan suka menunda dan kurangnya kontrol diri.

Ada dua masalah utama dalam akrasia:

  • Prokrastinasi; menunda mengerjakan satu pekerjaan yang membutuhkan usaha (waktu, energi) di saat ini, tapi pekerjaan tersebut bermanfaat di masa depan (contoh menunda berolahraga hari ini)
  • Preoperation; memilih mengerjakan aktivitas lain (yang mungkin malah tidak direncanakan) yang menghasilkan kepuasaan di saat ini, tapi berpotensi merugikan rencana masa depan kita (contoh: memilih scrolling media sosial, daripada olahraga pagi ini)

Alasan kita suka menunda padahal sudah punya rencana

Tahukah teman-teman, sebetulnya, kebiasaan menunda pekerjaan hanyalah tentang “Yes or No”?

Saat kita memilih apakah harus melakukan apa yang kita rencanakan atau tidak, otak kita otomatis akan mempertimbangkan apa benefit dari masing-masing pilihan. Tidak hanya itu, otak kita juga mempertimbangkan energi yang dibutuhkan, tingkat kesulitan, termasuk waktu. Dan ini hanya terjadi sepersekian detik, sampai akhirnya kita membuat keputusan.

Kadang, kebiasaan suka menunda aka. procrastination itu terjadi saat kita sudah menentukan “kapan” akan melakukan, tapi kemudian pikiran kita memilih

“Sebentar lagi”

“Gimana kalau dikerjakan setelah nyuci aja, ya, aku nggak bisa fokus kalau kerjaan rumah masih banyak”

“Hmm … besok aja kali, ya, deadline masih beberapa hari. Lembur kan nggak baik untuk kesehatan”

Siklus itu berulang terus, hingga tanpa sadar, kita sudah menunda melakukan rencana kita selama berhari-hari.

Ada satu hal yang menjelaskan mengapa akrasia mengatur hidup kita dan prokrastinasi membuat kita terjebak dalam “time inconsistency“, istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan kecenderungan kita menyukai imbalan yang segera, dibandingkan imbalan bernilai tinggi di masa depan.

Saat kita membuat rencana (misalnya turun berat badan), sebetulnya kita membuat “imbalan” di masa depan, dan ini terasa mudah di otak kita.

Tapi ketika waktunya mengambil tindakan (melakukan action), pilihan kita tidak ada lagi di masa depan. Dan ini membuat otak kita berpikir tentang saat ini, serta mengharapkan imbalan (hasil) saat ini juga.

Ini juga yang menjadi alasan, mengapa kita begitu bersemangat saat beranjak tidur karena yakin esok hari semua rencana akan berjalan sempurna. Tapi begitu pagi hari tiba, jangankan langsung eksekusi rencana, segera turun dari kasur saja sudah Alhamdulillah.

membangun kebiasaan baik

Cara melepaskan diri dari akrasia dan kebiasaan suka menunda

Berikut 3 cara yang bisa kita lakukan untuk melepaskan diri dari pusaran akrasia dan mengurangi kebiasaan suka menunda pekerjaan.

Cara #1. Miliki alat penjaga komitmen

Salah satu cerita yang populer tentang akrasia effect adalah kisah Victor Hugo yang mengunci semua baju keluar rumahnya di dalam peti, agar ia tidak tergoda untuk pergi keluar rumah dan bersegera menyelesaikan novelnya.

Saat musim panas 1830, Victor Hugo menjanjikan 1 buku baru kepada penerbitnya. Tapi alih-alih segera menulis, ia malah mengerjakan proyek lain, menghibur teman-temannya, dan terus menunda memulai proyek bukunya. Akhirnya ia pun mendapat ultimatum dari penerbit, bahwa tenggat waktu yang ia miliki hanya tinggal 6 bulan.

Karena itulah, Victor memutuskan untuk menyimpan semua baju keluar rumahnya, agar ia mampu lebih fokus pada buku barunya.

Dalam psikologi, tindakan Victor Hugo ini disebut dengan “commitment device“, sebuah usaha yang kita lakukan saat ini untuk mengendalikan tindakan kita di masa depan.

Kita dapat mencontoh cara Victor dengan beberapa cara, misalkan;

  • Belilah cemilan favorit dalam jumlah sedikit dibanding, untuk menghindari kebiasaan ngemil berlebihan.
  • Tinggalkan kartu kredit di rumah saat jalan-jalan agar tidak tergoda belanja barang yang tidak benar-benar dibutuhkan.
  • Uninstal aplikasi nonton drama, selama hari kerja agar tidak tergoda menghabiskan waktu untuk nonton drama atau film

Cobalah mencari cara untuk mengotomatiskan kebiasaan, daripada mengandalkan willpower yang kita miliki di momen tertentu. Bukankah kita semua sudah paham, jika kekuatan keinginan ini sering naik turun kadarnya? Dan otomasisai akan membuat kita lebih mudah berkomitmen dan membuat keputusan.

Cara #2. Kurangi godaan saat memulai

Apa penyebab terberat saat kita ingin menyelesaikan pekerjaan? Memulai melakukan pekerjaan.

Inilah yang menjadi alasan mengapa “membangun kebiasaan memulai” lebih penting dibanding selesai (berhasil) atau tidaknya pekerjaan yang kita lakukan.

Kita perlu membangun “kebiasaan untuk memulai”, dengan terus menerus mengurai pekerjaan menjadi kecil (sub task) dan semudah mungkin untuk dilakukan. Tidak perlu khawatir dengan hasilnya, yang penting “mulai saja dulu”.

Cara #3. Jadwalkan rencana dengan detil

Mengimplemantisikan rencana dengan detil bisa membantu mengeksekusi rencana yang sudah dibuat.

Jadi, saat membuat planning, jangan hanya membuat daftar apa saja yang hendak dilakukan, tapi lengkapi dengan kapan (jam) dan dimana (tempat) rencana tersebut akan dilaksanakan.

ContohSaya akan membaca buku Self-coaching dua lembar pada jam 20.00 WIB, di meja kerja saya.”

Kita juga bisa menggunakan aktivitas lain sebagai cara untuk mengeksekusi rencana, contoh, “Saya akan membaca buku Self-Coaching seusai sholat Maghrib di ruang sholat

Agar semakin mudah dilakukan, cobalah salah satu strategi di atas selama satu minggu, dan tambahkan durasinya secara bertahap.

Cara #4. Bergabung dengan komunitas

Tahukah Sahabat jika perubahan akan lebih mudah dilakukan jika kita berada di lingkungan yang tepat.

“Lingkungan tepat” tidak berarti Sahabat Motiva harus berpindah rumah, namun temukanlah kawan atau partner untuk akuntabilitas. Kawan yang akan membantu Sahabat untuk mengatasi penundaan, mengingatkan jika Sahabat mulai menunda lagi.

Partner akuntabilitas bisa Sahabat dapatkan dengan bergabung di komunitas produktif atau dengan belajar pada seorang trainer, coach, atau mentor.

Untuk mengatasi kebiasaan menunda yang berujung pada Akrasia Effect, Sahabat dapat mengikuti kelas “Anti-Penundaan” bersama coach Darmawan Aji.

Dalam kelas ini Sahabat akan belajar bagaimana mengatasi penundaan dengan lebih terstruktur.

Sahabat akan diajak mengenali terlebih dahulu apa sebetulnya penyebab penundaan yang Sahabat lakukan. Dan kemudian membuat rencana bagaiman penundaan tersebut akan di atasi.

Kelas ini tidak hanya berdasar teori, namun juga pengalaman pribadi dari coach Darmawan Aji saat berusaha mengatasi penundaan. Jadi, yuk, klik tombol di bawah untuk mendaftar.

Selamat mencoba, semoga tips di atas membantu teman-teman terhindar dari kebiasaan suka menunda eksekusi rencana (akrasia). Jangan lupa bagikan pengalaman teman-teman di kolom komentar atau Instagram @Motivaid.

Tulisan ini bermanfaat? Bagikan Sekarang

Berlangganan Artikel

Dapatkan tulisan terbaru tentang produktivitas & pengembangan diri yang lain melalui email. GRATIS.

Leave a Comment

On Key

Artikel Lainnya..

Produktif Sendirian, Percuma! Mengapa?

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, kita sudah tidak lagi asing dengan istilah gotong-royong bukan? Pelajaran gotong-royong yang sudah dikenalkan guru-guru kita semenjak kita duduk di bangku SD bahkan mungkin TK. Saya ingin mengajak anda untuk

produk digital

3 Cara Simpel Mengubah Keahlian Menjadi Produk Digital

Ketika Anda memiliki keahlian atau pengetahuan yang unik, mengubahnya menjadi produk digital yang sukses bisa menjadi pilihan cerdas. Namun, bagaimana cara Anda melakukannya? Dalam artikel ini, kami akan menguraikan tiga cara sederhana untuk mengoptimalkan keahlian