Tidak banyak orang yang menyadari jika dirinya biasa menunda. Kebiasaan menunda memang seringkali tidak terasa, bahkan kadang bersembunyi diantara keinginan untuk mendapatkan hasil yang sempurna, bekerja lebih sibuk, atau rasa khawatir yang berlebih.
Masih ditambah akibat dari kebiasaan menunda, yang memang baru terasa berbulan-bulan kemudian, atau bahkan bertahun-tahun.
Ini juga yang menjadi penyebab mengapa kita sering menghindari hal-hal yang harus kita lakukan, meski kita tahu, hal tersebut baik untuk kita. Menunda menjadikan olahraga dan makan sehat sebagai gaya hidup misalnya; meski tahu hal tersebut baik, tapi tetap saja kita tidak tergerak melakukanya.
Tapi sebenarnya apa alasan kita biasa menunda? Mengapa seringkali kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita sedang menunda?
Time inconsistency, salah satu sebab kita biasa menunda
Dalam buku “Kitab Anti Penundaan” coach Darmawan Aji menuliskan,
“Kita melakukan perilaku tertentu karena perilaku tersebut memberikan kita imbalan, atau menghindarkan kita dari resiko. Nah, seberapa menarik imbalan ini tergantung pada dua hal, yaitu seberapa konkret dan seberapa cepat imbalan tersebut diperoleh. Saat imbalan dari tindakan tersebut tidak langsung terlihat (diperoleh di masa depan), maka kecenderungan menunda akan semakin besar.”
-Darmawan Aji-
Begitulah, tanpa kita sadari, kita lebih memperhatikan diri kita di hari ini dibandingkan diri kita di masa depan. Otak kita lebih menyukai imbalan yang instan, meski harus mengorbankan manfaat lebih besar di masa depan.
Contoh:
- Lebih memilih mengangsur barang saat ini dibanding menabung agar bisa membeli cash nanti, meski sadar jika mengangsur sama dengan membayar lebih mahal
- Punya waktu 20 menit lebih memilih rebahan, scrolling media sosial dibanding melakukan standing crunch, meski tahu gerakan tersebut akan membantu tercapainya berat badan ideal
Dalam psikologi perilaku, kondisi ini biasa disebut dengan disebut “inkonsistensi waktu,” (time inconsistency), yaitu kondisi saat otak kita lebih menghargai imbalan saat ini dibanding imbalan di masa depan; meski tahu imbalan masa depan lebih menguntungkan.
Tidak heran jika saat beranjak tidur, kita punya tekad kuat untuk membuat perubahan, tapi begitu bangun tidur, keinginan itu pun menguap, hilang tanpa jejak. Otak kita begitu menghargai manfaat jangka panjang; tapi begitu kembali ke momen saat ini kepuasan instanlah yang dipilih.
Agar tak biasa menunda lagi …
Kebiasaan menunda yang sudah mengakar, tentu tidak akan hilang dalam semalam. Butuh mencoba beberapa strategi agar kebiasaan menunda dapat dihilangkan atau minimal dikurangi.
Ada beberapa cara yang dapat Motivans coba, misalnya,
#1. Membuat imbalan yang jauh menjadi dekat
Masih mengutip buku “Kitab Anti Penundaan” karya coach Darmawan Aji, salah satu cara untuk mengatasi time inconsistency adalah dengan membuat imbalan yang jauh menjadi dekat.
Ada dua cara yang bisa kita coba; menggunakan metode reverse calendar dan membuat visi masa depan lebih konkret.
Dengan reverse calendar, deadline besar diubah menjadi deadline-deadline pendek. Cara ini membantu kita membuat kesuksesan-kesuksesan kecil yang akan memberikan instant gratification (kepuasan, rasa bangga), sekaligus memotivasi untuk memenuhi deadline besar.
Membuat visi masa depan lebih konkret juga akan membantu kita mengatasi time inconsistency yang memunculkan sikap biasa menunda. Visualisasikan seperti apa keseharian Motivans jika tetap terlihat aktif saat usia di atas 50.
Pikirkan mengapa menabung sekarang penting untuk masa pensiun. Kemudian tarik hasil masa depan ke saat ini dan sering-seringlah terkoneksi dengan visi tersebut.
#2. Singkirkan pemicu kebiasaan menunda
Jika terkait dengan kebiasaan, jangan pernah remehkan pengaruh lingkungan. Jika di dalam kulkas ada cake dan salad, kira-kira mana yang akan Motivans pilih untuk menemani menikmati Netflix? Bagaimana jika cake tidak ada disana, bukankah pilihan cemilan menjadi lebih mudah?
#3. Membuat biaya penundaan dapat dirasakan sekarang
Biaya yang dimaksud tidak selalu tentang uang, ya. Namun menggunakan hal lain sebagai pengingat konsistensi. Misalnya, berangkat olahraga sendirian dan kemudian melewatkannya tidak akan berpengaruh besar. Beda halnya jika olahraga tersebut Motivans rencanakan bersama kawan, maka saat timbul keinginan untuk membatalkan janji, kekawatiran jika kawan tersebut tidak akan percaya lagi, tentu akan membuat Motivans berpikir dua kali.
Seperti juga penyebab penundaan, cara mengatasi perilaku kebiasaan menunda ini tentu tidak sama antara satu dan lainnya. Motivans perlu menguji sendiri cara mana yang akan membantu menghindari kebiasaan menunda.
#salamproduktif